Halaman

Rabu, 06 Januari 2016

Perjalanan Menemukan Ideologi Pendidikan Indonesia



Perjalanan Menemukan Ideologi Pendidikan Indonesia

Perkuliahan Filsafat Pendidikan Matematika seperti biasa dilaksanakan hari Rabu, 11 November 2015 pukul 12.40 WIB diruang PPG 1 FMIPA. Perkuliahan hari itu membahas tentang Politik dan Ideologi pendidikan. Bapak Marsigit mengawali perkuliahan seperti biasa dengan berdo’a. Perkuliahan pada pertemuan kali itu berbeda dengan dari biasanya karena kelas kita dihadiri oleh observer dari Mahasiswa S3 dan satu Mahasiswa S1 kelas lain.
Pertama, Bapak Marsigit menjelaskan dengan metode berbeda bahwa kali ini  Bapak akan menjelaskan dengan cara berdiri yang beda dari biasanya, kalau biasanya duduk dengan maksud agar setara dan lebih dekat, sekarang dengan berdiri. Yang artinya Belia akan meningkat kadar determinisnya. Pada pembelajaran tradisional dengan ceramah maka disitu guru kadar detreminisnya sangat tinggi. Menjulang tinggi seperti gunung, karena kita berada di Jogja dan yang terkenal adalah gunung Merapi maka Beliau Bapak Marsigit menggunakan filsafat Gunung berapi. Guru bagaikan gunung berap yang idenya muncul keluar bagai larva yang panas dan berbahaya bagi siswanya. Dan yang bahaya karena akan merusak intuisi siswanya, intuisi para daksa. Disini guru bagaikan dewa. Diri kita ini jiga sejatinya adalah dewa, dewa dari apa yang kita miliki. Contoh Kita mempunyai handphone maka kita adalah dewanya handphone.
Sebenar-benar kita adalah reduksi. Maka manusia adalah reduksionis. Reduksionis dalam rangka membangun dunia, minimal dunia yang dipikirkan. Dunia dapat bersifat tetap, dan tetap disini baru separuh sifat dunia, sedangkan separuhnya yang lain yaitu bersifat berubah. Sebenar – benar hidup adalah interaksi antara yang tetap dan berubah. Contohnya yang tetap dari diri ku dan diri kita semua adalah takdir mati itu ada ditangan tuhan, itu adalah suatu contoh ketetapan. Contoh yang lain bahwa kita tetap mempunyai orang tua. Contoh yang berubah yaitu diri kita sendiri, karena belum selesai kita menunjuk diriku maka diriku yang tadi sudah berubah ke diriku yang sekarang, karena filsafat memperhatikan ruang dan waktu.
Dunia memiliki struktur. Struktur dunia yaitu seperti siang dan malam, tua dan muda, laki – laki dan perempuan, yang ada dan yang mungkin ada adalah contoh struktur. Contoh yang lain struktur dalam matematika yaitu titik, garis dll. Dari sifat dunia yang tetap tadi letaknya berada di pikiran. Sedangkan sifat dunia yang berubah berada diluar pikiran. Satu sifat juga dapat menggambarkan dunia. Contoh kita sebut sifat tetap maka ada dunia tetap, berubah maka ada dunia berubah. Maka dari semua apa yang ada dan yang mungkin ada jika kita taruh depannya dengan kata dunia maka sudah bisa menggambarkan dunia tersebut. Contoh kita sebut benda tempe maka ada dunia tempe, kita sebut menyanyi maka ada dunia menyanyi, kita sebut artis maka ada dunia artis. Maka sebanyak apapun yang kita sebutkan itu adalah sifat. Sehingga sebenar-benar dunia adalah sifat itu sendiri. Jadi masing-masing memiliki dunia dan konstruksinya.
Sifat dari pikiran itu juga banyak sekali, bahkan bermilyar-milyar sifatnya. Sifat dunia yang tetap maka muncullah tokoh pengembangnya yaitu Termenides, sehingga lahir filsafat termenidesism. Kemudian untuk sifat yang berubah tokohnya adalah Herakclitos, sehingga lahir filsafat Herakclitosiasism. Dunia memiliki milyaran sifat.
Sifat yang lain yaitu dari sifat yang tetap maka ada sifat absolut maka munculah filsafat absolutism tokoh Plato disebut juga filsafat Platonism. Dari sifat yang berubah maka muncul sifat yang lain yaitu real yang berangkat dari dunia real, maka muncul filsafat realisme oleh tokoh Aristoteles atau filsafat Aristotelianism. Kebenarannya dalam pikiran yang penting adalah konsisten. Jadi di sini kita bisa membuat pengetahuan apapun dengan membuat definisi ttg sesuatu itu, membuat aksioma, dan membuat postulat dan terakhir membuat teorema membuatnya komplit jelas tanpa melihat pengalaman dibawah tidak apa-apa yang penting konsisten. Bahasa filsafat dari konsisten adalah koheren, maka muncullah filsafat koherentisme. Kenapa bisa bersifat konsisten dan koheren karena berlaku I sama dengan I, atau Identittas maka ini berlakunya hanya dipikiran. Karena yang didalam pikiran ini tidak terikat oleh ruang dan waktu. Jika ini dinaikkan terus maka akan tumbuh transendental yang filsafatnya adalah transedentalisme. Contohnya yaitu ayam adalah transenden nya cacing, Guru transendennya siswa, Dewa transendennya daksa. Jika dinaikkan lagi akan muncul spiritualisme. Me itu pusatnya maka jika spiritualisme maka pusatnya adalah spiritual. Kebenarannya satu atau tunggal atau monoisme. Kebenarannya spiritualnya itu kuasa tuhan. Koheren, konsisten dalam pikiran itu menggunakan logika, maka muncul filsafat logisism tokohnya Sir B. Ruschel.
Untuk yang real yang berubah kebenarannya bersifat cocok atau korespondensi, maka muncullah filsafat korenpondensinism.  Sedangkan ini terikat oleh ruang dan waktu. Maka I yang satu beda dengan I yang lain. Contoh yaitu a=a+1 disini a yang pertama beda dengan a yang kedua. A yang pertama adalah wadah dari a yang kedua. Kebenarannya bersifat plural dan relatif, maka muncul filsafat pluralisme dan relatifisme. Ini merupakan sejarahnya. Dunia yang ada dibawah saling berkemistri. Dunia dibawah adalah dunia pengalaman atau empiris maka lahir empirisme tokohnya Bennit Heum. Berdasarkan rasio yang kemudian lahir rasionism tokohnya Renesdecartes.
Yang rasio, yang logis itu bersifat normal yang artinya mementingkan wadahnya. Diatasnya maka muncullah formalism tokohnya Hirget. Maka mengerucutlah menjadi dunia rasio yang tokohnya Heum dan Renesdecartes untuk logis. Sehingga muncul 2 kubu yang saling bertentangan. Sehingga muncullah Immanuel Kant ia mulai menganalisis The Critick of Purealism bahwa pikiran ya pikiran, konsisten ya konsisten tapi pikiran itu bersifat analitik. Analitik itu yang penting dari ide satu yang lain memiliki sifat konsisten. Disamping bersifat analitik pikiran juga bersifat a priori. A priori itu paham sebelum mengetahui kejadian. Contohnya dokter yang mengetahui obat dari mentelepon pasien, bisa mengambil kesimpulan dari konsistensi. Sedangkan yang dibawah itu a posteriori. Sintetik a posteriori. Sintetik itu bersifat kejadian satu dengan yang lain. Sehingga menurut Immanuel Kant ia menyimpulkan ilmu adalah sintetik a priori. Sebenar-benar ilmu adalah sintetik apriori. Karena ilmu itu dipikirkan dan juga di coba.
Sampai pada akhirnya muncul bendungan comte tokohnya Auguste Comte. Auguste Comte menyatakan untuk membangun dunia tidak usah bertele tele, filsafat tidak bisa dipakai dan agamapun tidak bisa dipakai untuk membangun dunia. Karena menurut Comte agama tidak logis, inilah yang berbahaya. Membuat metode positifism atau saintifik yang disebut dengan fenomena Comte. Fenomena comte itu fenomena mementingkan dunia daripada akhiratnya. Sehingga muncullah techonopoli yaitu bertekuklututnya budaya pada teknologi.
Sementara Indonesia, memiliki filsafat Pancasila yang terdiri dari materialisme, normatif, formatif, spiritualisme. Pancasila ini memiliki sifat monodualis yaitu habluminallah dan hablu minnannas, ada hubungannya dengan Sang Pencipta dan ada pula hubungannya dengan Sosial sesama manusia. Ini merupakan cita-cita, namuan setiap jenjangnya akan muncul dan menyelinap fenomena comte.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar