Halaman

Rabu, 06 Januari 2016

Meningkatkan Dimensi Diri



Meningkatkan Dimensi Diri
Perkuliahan filsafat kali ini pada hari Rabu, tanggal 2 Desember 2015. Diawali dengan seperti biasa dengan tes jawab singkat. Dimana ada perbedaan, biasanya Beliau memina merekam setelah tes jawab singkat, namun kali ini beliau meminta untuk meminta direkam dari awal dari tes jawab singkat. Dan tak lupa seperti biasanya perkuliahan dimulai dengan do’a, beliau tak melupakan hal yang penting dan utama yaitu do’a.
                Setelah tes jawab singkat maka saatnya untuk mengkoreksi jawaban teman, Beliau berpesan dalam mengkoreksi ini maka siapkan dirimu, dengarkan dan ikuti apa kata Guru agar bahagia dunia dan akhirat, dengan syarat petunjuk yang baik dan benar. Karena ada Guru yang memberi petunjuk yang sesat. Soal berjumlah 71 soal, dan semua koreksian untuk mencoret alias untuk mensalahkan semua, baik ini dijawab atau tidak benar atau tidak tetap Beliau meminta agar dicoret, sehingga artinya semua anak nilainya adalah NOL. Kemudian disesi penyebutan nama dan penyampaian nilai Beliau juga menasehati agar Mahasiswa tidak bersikap Hedon, atau terlalu berhura-hura.
Setelah sesi penyebutan nama dan nilai selesai, baru kemudian Beliau menyampaikan bahwa Beliau telah mencapai sempurna mendapatkan nilai Mahasiswanya nilai NOL semua. Namun yang megesankan yaitu ketika Beliau juga akhirnya menilai diri Beliau dengan nilai NOL juga untuk keadilan. Jadi maksud dari kegiatan yang mencengangkan ini yaitu beliau ingin mengajarkan keadilan kepada Mahasiswa. Bahwa menjadi Guru itu harus mengedepankan keadilan, misal jika siswa bekerja keras maka Guru juga harus bekerja keras dalam pembelajaran, seimbang. disini Beliau juga menyampaikan hakikat mendapat ilmu yaitu dengan cara tenang bukan dengan hura-hura, tokoh pada pewayangan itu tidak bisa menerima wahyu jika ia tak tenang.
Kemudian, Beliau menyampaikan bahwa inilah sejatinya terkait dengan Dimensi. Dimensi antara Bapak Marsigit dan Mahasiswa itu berbeda. Mahasiswa Daksa, bahkan diri kita sendiri ini daksa dari diri kita sendiri. Berkaitan dengan Tes jawab singkat itu dapat diketahui bahwa belajar filsafat itu tidak bisa dengan tes jawab sngkat, bahwa pelu dengan metode lain terutama membaca. filsafat itu menjelaskan bukan menjawab singkat.
Misalkan pertanyaan Idealisnya Realis itu tak bisa dijawab dengan tes jawab singkat, bahwa perlu diterangkan. Disini pula menjelaskan bahwa dalam belajar filsafat metode penilaian perkuliahan itu tidak bisa pula dengan melihat Ujian Akhir Semester (UAS). Karena sejatinya filsafat tidak bisa dengan cara seperti itu yang dapat dilakukan yaitu dengan menjelaskan atau menerangkan dunia. Idelnya Realis itu jika dibuat buku dengan tebal 10 meter belum selesai untuk menjelaskannya. Jangankan dua kata, satu kata itu sulit untuk dijelaskan. Materi terkait dang tes tersebut berkaitan dengan Identitas dan kontradiktif.
Kemudian beliau meminta Mahasswa meminta mana yang akan dijelaskan dari pertanyaan jawab singkat tadi. Pertama, saudara Ernawati menanyakan tentang awalnya akhir. Misalnya kuliah ini berakhir namun, ini baru awal dalam belajar filsafat. Misalnya dalam adat jawa ada kegiatan awalan d’a dan akhiran do’a. Dimana dalam do’a ini ada awalannya. Contoh lain yaitu ketika dulu perkuliahan pertama ditutup denga do’a berarti itu akhirnya awal. Maka dari olah pikir seperti ini kita bisa memperoleh keadaan yang tidak kita sadari filsafat punya ilmu. Maka terapkan itu pada kehidupan, dan pada pembelajarn matematika. Hidup itu tidak bisa terisolasi, kadang lgika manusia tidak bisa memikirkannya karena yang tau hanya Allah Ta’ala.
Kehidupan itu sebenarnya kaitan antara harmoni adanya keberlanjutan atau kontinue. Kereta saja yang berjalan saja kontinue. Jika hidup tak ada harmini maka hidup yang tidak sehat, ketika mau berhenti pun kereta harus berproses. Conthnya berfilsafat itu mendefinisikan apapun. Misalnya dengan suara seorang tuna netra bisa mendefinisikan kecepatan kerata yang melintas. Conth yang lain yaitu Suami Istri perlu penjelasan, tidak bisa jika hanya jawab singkat. Perlu knunikasi diantara keduanya perlu penjelaskan diantaranya. Dalam filsafat yang dijelaskan yaitu apa yang ada dibalik fenomena.
Dalam hal ini kunci filsafat tergantung dengan ruang dan waktu. Pertanyaan selanjutnya yaitu berkaitan dengan bolehnya tidak boleh. Duduk di pintu itu pada umumnya tidak boleh, duduk dijalan tidak boleh, tapi ternyata ada kejadian yaitu duduk akan memebenahi jalan. Jadi segala sesuatu itu tergantung dengan ruang dan waktu. Pun kehidupan itu haruslah seimbang. termasuk seperti harmininya disharmoni. Sebenar benarnya harmoni dipengaruhi oleh disharmoni.
Maka sebelun menilai sesuatu ketika melihat dis harmoni sesorang harus naik, kedimensi yang lebih tinggi, bagaimana kejadiannya. Jangan-jangan ini hanya kejadian sebagian dari keseluruhan. Maka sebaik baik hidup itu yang stabil. Belajar filsafat ini bermanfaat untuk memanfaatkan ilmu yang telah ada. Menerjemahkan apa yang ada dalam kehidupan ini. Menharmonikan kehidupan. Ketika menghadapi masalah, maka tinggikan dimensi melihat apa yang ada dibaliknya, melihat apa hikmak kejadian itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar