Narasi
Seekor Ikan Kecil Mencari Air Jernih
Oleh
: Trisylia Ida Pramesti
Perkuliahan
Filsafat Ilmu dilaksanakan hari Selasa, 10 Oktober 2017 pukul 15.30 WIB di
Gedung pasca baru lantai 1 ruang 11. Perkuliahan hari itu membahas tentang narasi
besar kehidupan. Bapak Marsigit mengawali perkuliahan seperti biasa dengan
berdo’a. Perkuliahan pada pertemuan kali itu berbeda dengan dari biasanya
karena kelas kita dibentuk dengan setting berbaris 3 baris, dimana biasanya
bersetting melingkar. Bapak Marsigit menjelaskan dengan metode berbeda bahwa
kali ini Bapak akan menjelaskan dengan
cara berdiri yang beda dari biasanya, kalau biasanya duduk dengan maksud agar
setara dan lebih dekat, sekarang dengan berdiri.
Dunia
memiliki timelinenya, ada awal dan akhirnya. Sehingga sejatinya kehidupan kita
saat ini berada di akhir yaitu ibarat seekor ikan kecil yang hidup di laut. Sehingga
kita Mahasiswa yang sedang belajar filsafat itu sedang hidup menjadi ikan kecil
mencari air yang jernih dari aliran air atau pengetahuan dari awal sampai
akhir. Kenyataannya sekarang, banyak ikan yang mengalami kejadian seperti
stress dan mengambang, ini menggambarkan ada manusia yang terkena berita-berita
hoaxs karena berita-berita yang tidak jelas kebenarannya. Inilah pentingnya
filsafat dalam menilik perjalanan kehidupan kita.
Filsafat
dalam kehidupan kita adalah bahasa. Penggunaan bahasa dalam kehidupan kita
sangatlah penting dan akan berbeda makna seiring berkembangnya zaman. Misalkan penggunaan
kata “Bekas” dulu pada kata “Bekas Menteri” sekarang telah beralih dengan
Mantan Menteri, dan perkembangan ini diharapkan menjadi lebih baik. Sehingga,
sebenar-benar diri kita adalah bahasa. Bisa berupa kata-kata, tulisan, karya
atau karya ilmiah. Bahasa berkembang dengan seiring berjalannya waktu. Misalnya
penggunaan bahasa yang sangat frontal dan tidak baik di lagu-lagu kekinian. Ini
menunjukkan perkembangan bahasa itu. Di dalam pikiran juga terdapat bahasa.
Kemudian,
dunia dibagi menjadi dua yaitu dunia atas dan bawah. Dunia atas berkaitan
dengan pikiran yang bersifat ontologis dan bersifat satu di dalam pikiran. Di bagian
dunia atas ini maka terdapat pula spiritualisme atau kuasa tuhan. Sifat dari
pikiran itu juga banyak sekali, bahkan bermilyar-milyar sifatnya. Salah satunya
berlaku a =a , atau Identitas maka ini berlakunya hanya di pikiran. Terdapat pula
sifat zonden atau nir artinya tidak terikat oleh ruang dan waktu. Sifat yang
lain yaitu tetap, maka ada sifat absolut maka munculah filsafat absolutism oleh
tokoh Plato disebut juga filsafat Platonism.
Kebenarannya dalam pikiran yang penting adalah
konsisten. Jadi di sini kita bisa membuat pengetahuan apapun dengan membuat
definisi ttg sesuatu itu, membuat aksioma, dan membuat postulat dan terakhir
membuat teorema membuatnya komplit jelas tanpa melihat pengalaman dibawah tidak
apa-apa yang penting konsisten. Bahasa filsafat dari konsisten adalah koheren,
maka muncullah filsafat koherentisme. Kenapa bisa bersifat konsisten dan
koheren karena berlaku I sama dengan I, atau Identittas maka ini berlakunya
hanya dipikiran. Karena yang didalam pikiran ini tidak terikat oleh ruang dan
waktu. Jika ini dinaikkan terus maka akan tumbuh transendental yang filsafatnya
adalah transedentalisme. Kebenarannya satu atau tunggal atau monoisme.
Kebenarannya spiritualnya itu kuasa tuhan. Koheren, konsisten dalam pikiran itu
menggunakan logika, maka muncul filsafat logisism tokohnya Sir B. Ruschel. Logika
bersifat analitik.
Dunia
yang kedua adalah dunia bawah. Dalam dunia bawah ini berlaku sifat a tidak sama
dengan a yang artinya tidak ada manusia yang bisa sama persis dengan yang ia
tunjuk, karena ia terikat oleh ruang dan waktu. Dalam hal ini maka munculah
sifat kontradiksi dalam dunia bawah ini. duia dawah adalah dunia nyata. Siswa di
tingkat dasar belajar dengan pengalaman nyata. Sehigga sifat dalam mencari
ilmunya yaitu aposteriori yaitu pengetahuan dibangun dengan kegiatan penemuan
baru dibuat ilmu. Maka kebenaran di dunia bawah bersifat pula plural. Dari sifat
yang berubah maka muncul sifat yang lain yaitu real yang berangkat dari dunia
real, maka muncul filsafat realisme oleh tokoh Aristoteles atau filsafat
Aristotelianism. Kebenarannya bersifat plural dan relatif, maka muncul filsafat
pluralisme dan relatifisme.
Dunia
yang ada dibawah saling berkemistri. Dunia dibawah adalah dunia pengalaman.
Berdasarkan rasio yang kemudian lahir rasionism tokohnya Renesdecartes. Maka
mengerucutlah menjadi dunia rasio yang tokohnya Heum dan Renesdecartes untuk
logis. Karena adanya 2 kubu yang saling bertentangan, munculah Immanuel Kant ia
mulai menganalisis The Critick of Purealism bahwa pikiran adalah pikiran,
konsisten adalah konsisten tapi, pikiran itu bersifat analitik. Analitik itu
yang penting dari ide satu yang lain memiliki sifat konsisten. Disamping
bersifat analitik pikiran juga bersifat a priori. A priori itu paham sebelum
mengetahui kejadian. Contohnya dokter yang mengetahui obat dari mentelepon
pasien, bisa mengambil kesimpulan dari konsistensi. Sedangkan yang dunia di bawah
itu a posteriori. Sintetik itu bersifat kejadian satu dengan yang lain. Sehingga
menurut Immanuel Kant ia menyimpulkan dan menggabungkan keduanya bahwa ilmu
adalah sintetik a priori. Sebenar-benar ilmu adalah sintetik apriori. Karena
ilmu itu dipikirkan dan juga di coba.
Sampai
pada akhirnya muncul bendungan comte tokohnya Auguste Comte. Auguste Comte
menyatakan untuk membangun dunia tidak usah bertele-tele, filsafat tidak bisa
dipakai dan agamapun tidak bisa dipakai untuk membangun dunia. Karena menurut
Comte agama tidak logis, inilah yang berbahaya. Membuat metode positifism atau
saintifik yang disebut dengan fenomena Comte. Fenomena comte itu fenomena
mementingkan dunia daripada akhiratnya. Sehingga munculah techonopoli yaitu
bertekuklututnya budaya pada teknologi.
Sementara
Indonesia, memiliki filsafat Pancasila yang terdiri dari materialisme,
normatif, formatif, spiritualisme. Pancasila ini memiliki sifat monodualis
yaitu habluminallah dan hablu minnannas, ada hubungannya dengan Sang Pencipta
dan ada pula hubungannya dengan Sosial sesama manusia. Ini merupakan cita-cita,
namuan setiap jenjangnya akan muncul dan menyelinap fenomena comte.
Kemudian
ada pula struktur kehidupan sekarang yaitu terdiri dari Archaik, tribal,
tradisional, feudal, modern, postmodern, post post modern atau PowerNow. Dimana
agama hanya ada hingga tradisional saja. Menggunakan baju batik pun pada saat
ini dilihat sebagai bangsa tribal. Maka dalam situasi seperti ini Indonesia belum
berkembang. Feudal itu merupakan saat Belanda menjajah Indonesia dan munculnya
paham Positifism dimana spiritualnya di tinggalkan. Sehingga Indonesia dianggap
remeh dianggap tidak ada. Pilar-pilar kapitalisme, pragmatisme, utilitianisme,
materialisme, liberalisme, dan hedonisme adalah pilar-pilar yang ada di Power
Now.
Kurikulum
di Indonesia kemudian mengadoptasi dari faham saintifik tadi. Dimana sebenarnya
metode ini baru 1/3 dunia, Fenomena ini fenomena menajam. Padahal yang baik
yaitu fenomena mengembang yang kemudian menjadi hermeunitika hidup. Kalau semua
diselesaikan dengan metode saintifik tidak akan bisa. Ternyata tanpa sadar kita
telah selaras dan menyediakan conter-conter power now.
Pada
akhirnya, kita dalam belajar Filsafat bagaikan ikan ditengah laut yang telah
tercemar oleh limbah powernow. Ada ikan yang mati, bermutasi dll. Walaupun kita
ikan kecil maka kita harus bisa membedakan mana air yang bersih mana yang sudah
terkena limbah. Untuk menjadi ikan kecil yang mampu bertahan dengan cara
membaca, membaca dan membaca.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar