Perjalanan Menemukan Ideologi
Pendidikan Indonesia
Perkuliahan
Filsafat Pendidikan Matematika seperti biasa dilaksanakan hari Rabu, 11
November 2015 pukul 12.40 WIB diruang PPG 1 FMIPA. Perkuliahan hari itu
membahas tentang Politik dan Ideologi pendidikan. Bapak Marsigit mengawali
perkuliahan seperti biasa dengan berdo’a. Perkuliahan pada pertemuan kali itu
berbeda dengan dari biasanya karena kelas kita dihadiri oleh observer dari
Mahasiswa S3 dan satu Mahasiswa S1 kelas lain.
Pertama, Bapak
Marsigit menjelaskan dengan metode berbeda bahwa kali ini Bapak akan menjelaskan dengan cara berdiri
yang beda dari biasanya, kalau biasanya duduk dengan maksud agar setara dan
lebih dekat, sekarang dengan berdiri. Yang artinya Belia akan meningkat kadar
determinisnya. Pada pembelajaran tradisional dengan ceramah maka disitu guru
kadar detreminisnya sangat tinggi. Menjulang tinggi seperti gunung, karena kita
berada di Jogja dan yang terkenal adalah gunung Merapi maka Beliau Bapak
Marsigit menggunakan filsafat Gunung berapi. Guru bagaikan gunung berap yang
idenya muncul keluar bagai larva yang panas dan berbahaya bagi siswanya. Dan
yang bahaya karena akan merusak intuisi siswanya, intuisi para daksa. Disini
guru bagaikan dewa. Diri kita ini jiga sejatinya adalah dewa, dewa dari apa
yang kita miliki. Contoh Kita mempunyai handphone maka kita adalah dewanya
handphone.
Sebenar-benar
kita adalah reduksi. Maka manusia adalah reduksionis. Reduksionis dalam rangka
membangun dunia, minimal dunia yang dipikirkan. Dunia dapat bersifat tetap, dan
tetap disini baru separuh sifat dunia, sedangkan separuhnya yang lain yaitu
bersifat berubah. Sebenar – benar hidup adalah interaksi antara yang tetap dan
berubah. Contohnya yang tetap dari diri ku dan diri kita semua adalah takdir
mati itu ada ditangan tuhan, itu adalah suatu contoh ketetapan. Contoh yang
lain bahwa kita tetap mempunyai orang tua. Contoh yang berubah yaitu diri kita
sendiri, karena belum selesai kita menunjuk diriku maka diriku yang tadi sudah
berubah ke diriku yang sekarang, karena filsafat memperhatikan ruang dan waktu.
Dunia memiliki
struktur. Struktur dunia yaitu seperti siang dan malam, tua dan muda, laki –
laki dan perempuan, yang ada dan yang mungkin ada adalah contoh struktur. Contoh
yang lain struktur dalam matematika yaitu titik, garis dll. Dari sifat dunia
yang tetap tadi letaknya berada di pikiran. Sedangkan sifat dunia yang berubah
berada diluar pikiran. Satu sifat juga dapat menggambarkan dunia. Contoh kita
sebut sifat tetap maka ada dunia tetap, berubah maka ada dunia berubah. Maka
dari semua apa yang ada dan yang mungkin ada jika kita taruh depannya dengan
kata dunia maka sudah bisa menggambarkan dunia tersebut. Contoh kita sebut
benda tempe maka ada dunia tempe, kita sebut menyanyi maka ada dunia menyanyi,
kita sebut artis maka ada dunia artis. Maka sebanyak apapun yang kita sebutkan
itu adalah sifat. Sehingga sebenar-benar dunia adalah sifat itu sendiri. Jadi
masing-masing memiliki dunia dan konstruksinya.
Sifat dari
pikiran itu juga banyak sekali, bahkan bermilyar-milyar sifatnya. Sifat dunia
yang tetap maka muncullah tokoh pengembangnya yaitu Termenides, sehingga lahir
filsafat termenidesism. Kemudian untuk sifat yang berubah tokohnya adalah
Herakclitos, sehingga lahir filsafat Herakclitosiasism. Dunia memiliki milyaran
sifat.
Sifat yang
lain yaitu dari sifat yang tetap maka ada sifat absolut maka munculah filsafat
absolutism tokoh Plato disebut juga filsafat Platonism. Dari sifat yang berubah
maka muncul sifat yang lain yaitu real yang berangkat dari dunia real, maka
muncul filsafat realisme oleh tokoh Aristoteles atau filsafat Aristotelianism. Kebenarannya
dalam pikiran yang penting adalah konsisten. Jadi di sini kita bisa membuat
pengetahuan apapun dengan membuat definisi ttg sesuatu itu, membuat aksioma,
dan membuat postulat dan terakhir membuat teorema membuatnya komplit jelas
tanpa melihat pengalaman dibawah tidak apa-apa yang penting konsisten. Bahasa
filsafat dari konsisten adalah koheren, maka muncullah filsafat koherentisme.
Kenapa bisa bersifat konsisten dan koheren karena berlaku I sama dengan I, atau
Identittas maka ini berlakunya hanya dipikiran. Karena yang didalam pikiran ini
tidak terikat oleh ruang dan waktu. Jika ini dinaikkan terus maka akan tumbuh
transendental yang filsafatnya adalah transedentalisme. Contohnya yaitu ayam
adalah transenden nya cacing, Guru transendennya siswa, Dewa transendennya
daksa. Jika dinaikkan lagi akan muncul spiritualisme. Me itu pusatnya maka jika
spiritualisme maka pusatnya adalah spiritual. Kebenarannya satu atau tunggal
atau monoisme. Kebenarannya spiritualnya itu kuasa tuhan. Koheren, konsisten
dalam pikiran itu menggunakan logika, maka muncul filsafat logisism tokohnya
Sir B. Ruschel.
Untuk yang
real yang berubah kebenarannya bersifat cocok atau korespondensi, maka
muncullah filsafat korenpondensinism. Sedangkan ini terikat oleh ruang dan waktu.
Maka I yang satu beda dengan I yang lain. Contoh yaitu a=a+1 disini a yang
pertama beda dengan a yang kedua. A yang pertama adalah wadah dari a yang
kedua. Kebenarannya bersifat plural dan relatif, maka muncul filsafat
pluralisme dan relatifisme. Ini merupakan sejarahnya. Dunia yang ada dibawah
saling berkemistri. Dunia dibawah adalah dunia pengalaman atau empiris maka
lahir empirisme tokohnya Bennit Heum. Berdasarkan rasio yang kemudian lahir
rasionism tokohnya Renesdecartes.
Yang rasio,
yang logis itu bersifat normal yang artinya mementingkan wadahnya. Diatasnya
maka muncullah formalism tokohnya Hirget. Maka mengerucutlah menjadi dunia
rasio yang tokohnya Heum dan Renesdecartes untuk logis. Sehingga muncul 2 kubu
yang saling bertentangan. Sehingga muncullah Immanuel Kant ia mulai
menganalisis The Critick of Purealism bahwa pikiran ya pikiran, konsisten ya
konsisten tapi pikiran itu bersifat analitik. Analitik itu yang penting dari
ide satu yang lain memiliki sifat konsisten. Disamping bersifat analitik
pikiran juga bersifat a priori. A priori itu paham sebelum mengetahui kejadian.
Contohnya dokter yang mengetahui obat dari mentelepon pasien, bisa mengambil
kesimpulan dari konsistensi. Sedangkan yang dibawah itu a posteriori. Sintetik
a posteriori. Sintetik itu bersifat kejadian satu dengan yang lain. Sehingga menurut
Immanuel Kant ia menyimpulkan ilmu adalah sintetik a priori. Sebenar-benar ilmu
adalah sintetik apriori. Karena ilmu itu dipikirkan dan juga di coba.
Sampai pada
akhirnya muncul bendungan comte tokohnya Auguste Comte. Auguste Comte
menyatakan untuk membangun dunia tidak usah bertele tele, filsafat tidak bisa
dipakai dan agamapun tidak bisa dipakai untuk membangun dunia. Karena menurut
Comte agama tidak logis, inilah yang berbahaya. Membuat metode positifism atau
saintifik yang disebut dengan fenomena Comte. Fenomena comte itu fenomena
mementingkan dunia daripada akhiratnya. Sehingga muncullah techonopoli yaitu
bertekuklututnya budaya pada teknologi.
Sementara Indonesia,
memiliki filsafat Pancasila yang terdiri dari materialisme, normatif, formatif,
spiritualisme. Pancasila ini memiliki sifat monodualis yaitu habluminallah dan
hablu minnannas, ada hubungannya dengan Sang Pencipta dan ada pula hubungannya
dengan Sosial sesama manusia. Ini merupakan cita-cita, namuan setiap jenjangnya
akan muncul dan menyelinap fenomena comte.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar